Jakarta - Tiga bak berisi air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm
telah disiapkan anak-anak almarhum KH. Abdullah. Saat itu, Minggu 2
Agustus 2009, makam Kiai Abdullah akan
dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper,
Tangerang, yang mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper,
Tangerang, yang mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Air
yang ada di dalam bak itu rencananya akan digunakan untuk mencuci
tulang belulang sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru.
Sementara potongan kayu sengon sebanyak 9 potong diperuntukkan sebagai
dinding pembatas jenazah di dalam liang lahat.
"Saya sudah beberapa kali melihat proses pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta
Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah.
Namun
semua perlengkapan itu akhirnya tidak terpakai. Soalnya, ketika makam
yang berusia 26 tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad Kiai
Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga dengan kain kafan dan kayu
penutup jenazah. Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau binatang
tanah di kafan maupun di kayu kamper tersebut.
Sementara Mukhtar
Ali, anak sulung Kiai Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari
liang lahat mengaku sempat kaget. Soalnya kondisi jenazah hampir sama
seperti saat dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam. "Kondisi jenazah persis
sama seperti saat dikubur dulu.
Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih" jelas Mukhtar.
Mukhtar
dan keluarganya semakin kaget, jenazah juga beraroma harum yang
menyerbak. Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-parfum yang ada
di toko-toko minyak wangi. Teriakan takbir pun langsung terdengar dari
orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.
Yang juga dirasa
aneh oleh keluarga, ribuan warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi
pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak memberi pemberitahuan kepada
warga maupun murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja datang.
"Awalnya
pemindahan jenazah itu hanya dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang.
Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali orang-orang sudah
banyak berkumpul," ujar Mukhtar.
Saking banyaknya orang yang
datang, imbuh Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir di sisi
jalan Benda, panjangnya mencapai 5 kilometer sehingga membuat kemacetan
yang luar biasa di jalan tersebut.
Beberapa warga yang ditemui
detikcom menuturkan, sebelum proses pemindahan jenazah, sebenarnya
tanda-tanda keanehan sudah muncul terkait rencana pemindahan makam
tersebut. Sebab saat alat berat
ingin menghancurkan musala dan
bangunan makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat pengeruk dari
mobil beko patah ujung kukunya.
Karena kejadian itu, pihak
kontraktor pelebaran jalan menunda pembongkaran yang rencananya akan
dilakukan pada Januari 2009 itu. Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal
Agustus setelah ada kesepakatan dengan keluarga. Salah satunya soal
cara pembongkaran musala dan makam itu, yakni dengan hanya menggunakan
palu dan linggis. Bukan pakai alat berat.
Keluarga Kiai Abdullah
sebenarnya menyayangkan kalau musala itu dibongkar. Sebab musala yang
telah ada sejak puluhan tahun lalu itu sangat dibutuhkan warga setempat
untuk beribadah.
Musala yang berdiri di atas tanah wakaf itu
sejak dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah mengalami beberapa
pemugaran dan pelebaran. Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya
menjadi permanen.
Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata
punya rencana melakukan pelebaran jalan Benda, Juru Mudi, Batu Ceper,
yang berada di sepanjang Sungai Cianjane. Musala dan makam itu kebetulan
berada di lokasi yang akan dijadikan akses jalan sehingga terpaksa
harus digusur.
Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per
meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang akan dibongkar. Tapi
keluarga Kiai Abdullah menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya ,
tanah tempat musala dan makam itu merupakan tanah wakaf yang tidak boleh
diperjualbelikan.
Pihak keluarga hanya meminta Pemkot membangun kembali musala di sekitar wilayah Juru
Mudi,
supaya warga setempat mudah kalau ingin beribadah. "Sepeser pun kami
tidak menerima uang penggantian. Biaya pemindahan jenazah saja kami
tanggung sendiri, sekalipun Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak
sulung Kiai Abdullah.
Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan di
depan pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak hanya 15 meter dari
lokasi pemakaman sebelumnya. Di areal pemakaman baru itu terdapat tiga
makam, yakni makam KH Abudullah bin Mukmin, makam istri keduanya
Maswani, serta makam putra keduanya yang bernama M Syurur.
Rencananya,
areal makam itu akan diperluas lantaran setiap hari banyak orang yang
datang untuk berziarah, terutama setelah tersiar kabar jasad Kiai
Abdullah masih utuh meski dikubur selama 26 tahun. Bahkan untuk
memudahkan para peziarah, keluarga bermaksud membangun musala di samping
areal makam.
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=vJ5Vt8zXjrc
0 komentar